Senin, 11 November 2013

menciptakan kondisi lingkungan kelas yang kondusif




A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan unsur penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa dan negara. Berdasarkan Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 (2006: 2), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Peran seorang guru pada pengelolaan kelas sangat penting dalam menciptakan lingkungan kelas yang tertib dan kondusif dan suasana pembelajaran yang menarik. Pengelolaan kelas merupakan suatu tindakan yang menunjukan kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar- mengajar. Tindakan optimal yang dilakukan guru dalam melakukan kegiatan pengelolaan kelas bukanlah tindakan yang imaginatif semata-mata akan tetapi memerlukan kegiatan yang sistematik berdasarkan langkah-Iangkah bagaimana seharusnya kegiatan itu dilakukan. Jadi prosedur pengelolaan kelas merupakan langkah-langkah bagaimana kegiatan pengelolaan kelas dilakukan untuk terciptanya kondisi belajar yang optimal serta rnempetahankan kondisi tersebut agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efesien. Menurut Milan Rianto(2007:1), tingkat keberhasilan pembelajaran amat ditentukan oleh kondisi yang terbangun selama pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang semakin kondusif, maka tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajarnya akan semakin tinggi dan sebaliknya. Atau terciptanya kondisi pembelajaran yang efektif akan menjadikan proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dan peserta didik berhasil dalam mewujudkan tujuan/kompetensi yang diharapkan sebagai dampaknya. Menurut Reigeluth (1983) dalam Milan Rianto(2007:1), hasil belajar peserta didik yang efektif, efisien dan mempunyai daya tarik dipengaruhi oleh kondisi pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa kondisi pembelajaran yang kondusif akan berbanding lurus dengan hasil peerolehan sisiwa pada materi yang diberikan.
Kendatipun demikian, pendidik perlu berupaya bagaimana menciptakan kondisi yang kondusif, menyenangkan, menantang, sehingga materi ajar yang disajikan dapat mengintervensi kompetensi yang diharapkan dalam diri peserta didik. Melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang berlangsung dalam kondisi yang menyenangkan akan berpeluang bagi peserta didik untuk dapat mengungkap arti dan makna yang berbeda atas interpretasinya terhadap obyek, materi yang tersajikan. Untuk menciptakan kondisi tersebut, pendidik pada umumnya perlu melakukan pengelolaan terhadap sarana dan prasarana kelas yang tersedia serta mencegah dan/atau mengendalikan timbulnya perilaku peserta didik yang mengganggu aktivitas selama proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas jelaslah bahwa guru merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan proses belajar mengajar, sehingga sudah seharusnya guru harus memiliki kemampuan profesional termasuk kemampuan memanajemeni kelas agar dapat tercipta suatu lingkungan belajar yang kondusif di dalam kelas. Maka dalam makalah ini akan membahas mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan suatu kondisi lingkungan yang kondusif namun dibatasi pada permasalahan yang timbul dari tindakan siswa.

B.     Kajian Teori
1.         Pengertian Menciptakan Lingkungan Belajar
Menciptakan lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan terhadap lingkungan belajar. Aktivitas guru dalam menata dan atau menciptakan lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu, guru dalam melakukan penciptaan lingkungan belajar di kelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Milan Rianto (2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal.
Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional activities) yang sengaja direkayasa oleh pendidik dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik sampai dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang siswa dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan siswa dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus bersih, tempat duduk di tata sedemikia rupa agar anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas di cat berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden, kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.
2.         Pengertian Lingkungan Kondusif
Secara umum lingkungan belajar itu dapat berupa lingkungan belajar di sekolah atau di kampus dan di lingkungan rumah. Siswa akan dapat belajar dengan baik hanya dalam suasana belajar yang kondusif. Yaitu suasana yang mendukung terlaksananya proses belajar yang nyaman dan menyenangkan. Diyakini bahwa, proses belajar yang kondusif ini akan menghantarkan siswa pada hasil belajar yang optimal.
Suasana belajar yang kondusif memungkinkan siswa dapat memusatkan pikiran dan perhatian kepada apa yang sedang dipelajari. Sebaliknya, suasana belajar yang tidak nyaman dan membosankan akan membuat kosentrasi belajar siswa terganggu. Jangan harap hasil belajar yang optimal akan dapat diwujudkan. Kegiatan belajar dari menit ke menit hanya akan menghabiskan waktu alokasi pembelajarn dan berakhir jika sudah berbunyi bel pergantian jam pelajaran.
Ada 2 faktor penentu tercipta atau tidaknya suasana belajar yang kondusif. Pertama, suasana dalam kelas. Guru menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan pembelajaran di ruang kelas. Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan sangat menentukan kondusif atau tidaknya suasana belajar. Kemudian bagaimana guru menguasai situasi belajar siswa. Guru tidak hanya perlu menguasai materi pelajaran, namun yang lebih penting adalah mampu menguasai dinamika kelas yang dihuni oleh berbagai sifat dan watak siswa. Jika  guru tidak mampu menguasai dinamika kelas, suasana kelas akan gaduh dan ribut oleh sikap dan perbuatan siswa yang beraneka ragam.
.Faktor kedua, lingkungan di sekitar kelas atau sekolah. Suasana belajar yang kondusif akan tercipta apabila didukung suasana yang nyaman dan tentram di sekitar kelas atau sekolah. Lokasi sekolah yang berada terlalu dekat dengan keramaian, seperti; pasar, pinggiran jalan raya atau pabrik cenderung mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar. Tidak hanya persoalan bunyi, bau tak sedap pun dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa dalam belajar. Sekolah yang berada terlalu dekat dengan areal peternakan atau perkebunan karet misalnya, akan membuat suasana belajar menjadi tidak kondusif.
Jadi, pembelajaran yang baik akan tercipta apabila kondisi kelas dan sekitarnya kondusif. kondisi yang kondusif ini akan dapat tercapai apabila suasana di ruang kelas dan di lingkungan sekitarnya, mendukung terlaksananya proses belajar siswa.

3.         Permasalahan dalam mewujudkan Lingkungan belajar yang kondusif
Raka Joni dalam Mulyadi mengemukakan  masalah pengelolaan kelas yang dapat menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang kondusif dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu: masalah individual dan masalah kelompok
1)   Masalah Individu/perorangan
Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassell, mengemukakan bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan kebutuhan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Hal yang sama juga dikemukakan oleh As’ad, bahwa Masalah individu akan muncul karena dalam setiap individu ada kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan ingin mencapai harga diri. Sehingga ketika kebutuhan tidak dapat terpenuhi melalui cara-cara yang wajar maka individu tersebut akan berusaha mendapatkannya dengan cara-cara yang tidak baik.
Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut, memungkinkan terjadi beberapa tindakan siswa yang dapat digolongkan menjadi:
a)    Attention getting behaviors
Tingkah-Iaku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain, misalnya membadut di dalam kelas (aktif), atau dengan berbuat serba lamban supaya mendapat pertolongan/perhatian oleh guru (pasif).
b)   Power seeking behaviours
Tingkah-Iaku yang ingin mendapat kekuasaan, misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali emosional, seperti marah-marah, menangis atau selalu "Iupa" pada aturan penting di kelas (pasif).
c)    Revenge seeking behaviours
Tingkah-Iaku yang bertujuan menyakiti orang lain dengan tujuan menuntut balas, misalnya mengata-ngatai, memukul, menggigit dan sebagainya (kelompok ini nampaknya kebanyakan dalam bentuk aktif atau pasif).
d)   Passive Behaviour (helpness)
Peragaan ketidakmampuan yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun karena yakin bahwa hanya kegagalanlah yang menjadi bagiannya.
2)   Masalah Kelompok
Lois V. Johnson dan Mary A. Bany, mengemukakan tujuh katagori masalah kelompok dalam manajemen kelas. Masalah ini merupakan yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas. Masalah kelompok akan muncul apabila tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan kelompok, kelas frustasi atau lemas dan akhirnya siswa menjadi anggota kelompok bersifat pasif, acuh, tidak puas dan belajarnya terganggu. Apabila kebutuhan kelompok ini terpenuhi, anggotanya akan aktif, puas, bergairah dan belajar dengan baik.
Masalah-masalah kelompok yang dimaksud adalah:
a)    Kelas kurang kohesif lantaran alasan jenis kelamin, suku, tingkatan social ekonomi, dan sebagainya
b)   Penyimpangan dari norma-norma tingkah laku yang telah disepakai sebelumnya
c)    Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya
d)   “Membombang” anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok
e)    Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari yang tengah digarap
f)    Semangat kerja rendah, kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru seperti gangguan jadwal guru terpaksa diganti sementara oleh guru lain.

4.      Upaya Menciptakan Lingkungan Belajar yang Kondusif Secara Preventif dan Kuratif
Upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa yang tinggi, dapat dilakukan secara preventif maupun kuratif. Perbedaan kedua jenis pengelolaan kelas tersebut, akan berpengaruh terhadap perbedaan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh seorang guru dalam menerapkan kedua jenis Manajemen Kelas tersebut. Dikatakan secara preventif apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan suatu kondisi dari kondisi interaksi biasa menjadi interaksi pendidikan dengan jalan menciptakan kondisi baru yang menguntungkan bagi Proses Belajar Mengajar. Sedangkan yang dimaksud dengan Manajemen Kelas secara kuratif adalah yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa, sehingga mengganggu jalannya Proses Belajar Mengajar.
Menurut Nurhadi, upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa yang tinggi dapat dilakukan secara preventif maupun secara kuratif. Sehingga pengelolaan kelas, apabila ditinjau dari sifatnya, dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1)      Pengelolaan kelas yang bersifat preventif (pencegahan)
Yaitu apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan kondisi pendidikan yang menguntungkan bagi proses belajar mengajar. Pengelolaan kelas yang preventif ini dapat berupa tindakan, contoh atau pemberian informasi yang dapat diberikan kepada siswa sehingga akan berkembang motivasi yang tinggi, atau agar motivasi yang sudah baik itu tidak dinodai oleh tindakan siswa yang menyimpang sehingga mengganggu proses belajar mengajar di kelas.
2)      Pengelolaan kelas yang bersifat kuratif (penyembuhan)
Pengelolaan kelas yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa sehingga mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Dalam hal ini kegiatan pengelolaan kelas akan berusaha menghentikan tingkah laku yang menyimpang tersebut dan kemudian mengarahkan terciptanya tingkah laku siswa yang mendukung terselenggaranya proses belajar mengajar dengan baik.
Berdasarkan jenis pengelolaan kelas tersebut, maka prosedur atau langkah-langkah pengelolaan kelas dapat dilakukan sebagai berikut:
1)      Dimensi Preventif
     Keberhasilan dalam tindakan pencegahan merupakan salah satu indicator keberhasilan manajemen kelas. konsekuensinya adalah guru dalam menentukan langkah yang efektif dan efisien untuk jangka pendek dan jangka panjang agar tujuan kelas yang kondusif dapat tercapai. Adapun langkah-langkah pencegahannya sebagai berikut:
a)      Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Sikap guru terhadap kegiatan profesinya akan banyak mempengaruhi terciptanya kondisi belajar mengajar atau menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Oleh karena itu, langkah utama dan pertama yang strategis dan mendasar dalam kegiatan pengelolaan kelas adalah "Peningkatan kesadaran diri" sebagai guru. Apabila seorang guru sadar akan profesinya sebagai guru pada gilirannya akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya.
Implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak dalam sikap guru yang demokratis tidak otoriter, menunjukan kepribadian yang stabil, harmonis serta berwibawa. Sikap demikian pada akhirnya akan menumbuhkan atau menghasilkan reaksi serta respon yang positif dari siswa.
b)      Peningkatan kesadaran siswa
Meningkatkan kesadaran diri sebagai guru tidak akan ada artinya tanpa diikuti meningkatnya kesadaran siswa sebab apabila siswa tidak atau kurang memiliki kesadaran terhadap dirinya tidak akan terjadi interaksi yang positif dengan guru dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Pada akhimya dapat mengganggu kondisi optimal dalam rangka belajar mengajar. Kurangnya kesadaran siswa terhadap dirinya ditandai dengan sikap yang mudah marah, mudah tersinggung, mudah kecewa, dan sikap tersebut akan memungkinkan siswa melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji. Untuk menanggulangi atau mencegah munculnya sikap negatif tersebut guru harus berupaya meningkatkan kesadaran siswa melalui tindakan sebagai berikut:
Ø  Memberitahukan kepada siswa tentang hak dan kewajiban siswa sebagai anggota kelas.
Ø  Memperhatikan kebutuhan dan keinginan siswa.
Ø  Menciptakan suasana adanya saling pengertian yang baik antara guru dan siswa.
c)    Sikap Polos dan Tulus dari Guru
Guru dituntut untuk bersikap polos dan tulus, artinya guru dalam tindakan dan sikap keseharian selalu apa adanya tidak berpura-pura. Tindakan dan sikap demikian akan merupakan rangsangan positif bagi siswa dan siswa akan memberikan respon atau reaksi positif. Penciptaan suasana sosioemosional di dalam kelas akan banyak dipengaruhi oleh polos tidaknya dan tulus tidaknya sikap guru yang pada gilirannya akan berpengaruh penciptaan kondisi lingkungan yang optimal dalam rangka proses belajar mengajar.
d)     Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan.
Untuk mengenal dan menemukan alternative pengelolaan langkah ini mengharuskan guru agar mampu:
                                                     i.          Mengidentifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku siswa yang bersifat individual atau kelompok. Termasuk di dalamnya penyimpangan yang sengaja dilakukan siswa hanya sekedar untuk menarik perhatian guru atau teman -temannya.
                                                   ii.          Mengenal berbagai pendekatan dan pengelolaan kelas dan menggunakan sesuai dengan situasi atau menggantinya dengan pendekatan lain yang telah dipilihnya apabila pilihan pertama mengalami kegagalan.
                                                 iii.          Mempelajari pengalaman guru-guru lainnya baik yang gagal atau berhasil sehingga dirinya mempunyai alternatif yang bervariasi dalam berbagai problem pengelolaan.
e)      Menciptakan "kontrak sosial"
Kontrak sosial pada dasarnya berkaitan dengan "Standar tingkah laku" yang diharapkan dan memberikan gambaran tentang fasilitas beserta keterbatasannya untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah. Dengan kata lain "Standar tingkah laku yang memadai dalam situasi khusus". Suatu persetujuan umum tentang bagaimana sesuatu dibuat, tindakan sehari-hari yang bagaimana yang diperbolehkan. Standar tingkah laku ini tidak membatasi kebebasan siswa akan tetapi merupakan tindakan pengarahan ke arah tingkah laku yang memadai atau yang diharapkan dalam beberapa situasi. Standar tingkah laku harus melalui kontrak sosial dengan siswa. Dalam arti bahwa aturan yang berkaitan dengan nilai atau norma yang turun dari atasan (guru/sekolah) tidak timbul dari bawah akan mengakibatkan aturan tersebut kurang dihormati atau ditaati, sehingga perumusannya perlu dibicarakan atau disetujui bersama oleh guru dan siswa. Kebiasaan yang terjadi dewasa ini aturan-aturan sebagai "Standar tingkah laku" berasal dari atas, siswa hanya menerima apa adanya dan tidak punya pilihan lain. Kondisi demikian akan memungkinkan timbulnya persoalan-persoalan dalam pengelolaan kelas karena siswa tidak merasa membuat serta memiliki peraturan sekolah yang ada.

2)      Dimensi Kuratif
Pada dasarnya langkah-langkah prosedur dimensi penyembuhan adalah sebagi berikut:
a)    Mengidentifikasi Masalah
Dalam tahap identifikasi guru melakukan kegiatan untuk mengenal atau mengetahui masalah-masalah yang timbul di kelas. Dari masalah-masalah tersebut guru harus dapat mengidentifikasi jenis-jenis penyimpangan sekaligus mengetahui siswa yang melakukan penyimpangan tersebut.
b)      Menganalisa Masalah
Pada langkah kedua ini, kegiatan guru adalah berusaha untuk menganalisa penyimpangan dan menyimpulkan latar belakang dan sumber dari pada penyimpangan itu. Setelah diketahui sumbernya kemudian dilanjutkan dengan menentukan alternatif-alternati penanggulangan atau penyembuhan penyimpangan tersebut.
c)      Menilai Alternatif-alternatif Pemecahan
Menilai dan melaksanakan salah satu alternatif pemecahan. Pada langkah ketiga ini, kegiatan yang dilakukan adalah memilih alternatif berdasarkan sejumlah alternatif pemecahan masalah yang telah disusun. Artinya alternative mana yang paling tepat untuk menanggulangi penyimpangan tersebut.
d)     Melaksanakan Alternatif yang Telah Ditetapkan
Setelah ditetapkan alternatif yang tepat maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan alternatif tersebut.
e)      Mendapatkan balikan dari hasil pelaksanaan alternatif pemecahan masalah yang dimaksud.
Langkah ini didahului dengan langkah monitoring yaitu kegiatan untuk mendapatkan data yang merupakan balikan untuk menilai apakah pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang dipilih telah mencapai sasaran sesuai dengan yang direncanakan atau bahkan terjadi perkembangan baru yang lebih baik, semua ini merupakan dasar untuk melakukan perbaikan program.


DAFTAR PUSTAKA

Harefa, Pieterson. 2009. Penciptaan Lingkungan Belajar yang Kondusif dan Peran Pendidik dalam Pendidikan. Diakses pada alamat: http://belajardanpembelajaranikipgusit.blogspot.com/2009/01/penciptaan-lingkungan-belajar-yang.html
Rachman, Maman. 1999. Manajemen Kelas. Jakarta: Depdikbud
Samsul, Edy. 2012. Suasana Belajar yang Kondusif. Diakses pada alamat: http://swardik.blogspot.com/2012/09/suasana-belajar-yang-kondusif.html

Minggu, 10 November 2013

guru kreatif sebagai agen perubahan

A.    PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk membangun dan meningkatkan mutu sumber daya manusia menuju era globalisasi yang penuh dengan tantangan sehingga disadari bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap individu. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan tidak dapat diabaikan.
Dalam keseluruhan upaya pendidikan, Proses Belajar Mengajar merupakan aktivitas yang paling penting, karena melalui proses itulah tujuan pendidikan akan dicapai dalam bentuk perubahan perilaku siswa. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 pasal 3 Tahun 2003, menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Guru sebagai ujung tombak perubahan suatu negeri merupakan subjek utama yang perlu ditingkatkan profesionalismenya, agar kualitas pembelajaran meningkat. Hal ini karena kemampuan profesional guru telah resmi dicanangkan oleh pemerintah bahwa profesi guru disejajarkan dengan profesi lainnya sebagai tenaga profesional. Secara formal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional.
Sejatinya yang menjadi dasar penyebab atau agen perubahan adalah faktor kualitas mental seseorang untuk selalu ingin berkarya dan berprestasi sepanjang usia hidupnya, kebutuhan untuk berkarya bagaikan darah yang mengalir dalam tubuh. Dengan begitu kebutuhan negeri ini untuk mencapai tujuan perubahan yang lebih baik akan tercapai.

A.    Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang di atas, dapatlah dirumuskan beberapa permasalahan:
1.      Apa pengertian profesi?
2.      Apa hakikat profesi guru?
3.      Apa hakikat guru kreatif?
4.      Bagaimana peran Guru sebagai seorang Agen Perubahan ?
5.      Apakah strategi yang diperlukan seorang Guru sebagai seorang Agen Perubahan ?

B.     Kajian Teori
1.      Pengertian Profesi
Secara  tradisional, profesi mengandung arti prestise, kehormatan, status sosial dan otonomi lebih besar yang diberikan masyarakat kepadanya. Hal ini dapat diwujudkan dalam suatu organisasi dimana dalam organisasi tersebut terdapat suatu kewenangan untuk mengatur diri mereka, menentukan standar mereka sendiri, mengatur bagaimana dan apa syarat untuk anggota yang baru yang ingin bergabung dalam organisasi tersebut.
Menurut ornstein dan levine (dalam Hamzah,  2007) bahwa suatu pekerjaan atau jabatan dapat disebut   profesi   bila  pekerjaan  atau  jabatan  itu  dilakukan  dengan :
a.       Melayani masyarakat merupakan merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
b.      Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang melakukannya).
c.       Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori praktik (teori baru dikembangkandari hasil penelitian).
d.      Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
e.       Terkendali berdasarkan lisensi baku dan mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentuatau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
f.       Otonomi dalam mebuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu(tidak diatur oleh orang lain).
g.      Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan tampilan untuk kerjanya berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung  jawab terhadap apa yang diputuskannya,tidak dipindahkan keatasan instansi yang lebih tinggi).Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h.      Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
i.        Menggunakan administrator untuk memudahkan profesi,relatif bebas dari super vise dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendata klien,sementara tidak ada supervise dari luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
j.        Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.

Berdasarkan persyaratan di atas dapat disimpulkan bahwa profesi guru tidak dapat disamakan dengan penari, ataupun penyanyi karena profesi guru tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang.

2.      Hakikat Profesi Guru
Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut diluar bidang kependidikan.
Menurut Hamzah (2007: 16) untuk seorang guru perlu mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prisip mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara professional, yaitu sebagai berikut:
a.       Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pembelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.
b.      Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berfikir serta mencri dan menemuakn sendiri pengetahuannya.
c.       Guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik.
d.      Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelaaran yang diterimanya.
e.       Sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hngga tanggapan peserta didik menjadi jelas.
f.       Guru wajib memerhatikan dan memkirkan korelasi atau hubungan anata mata pelajaran/atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
g.      Huru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya.
h.      Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan social, baik dalam kelas maupun di luar kelas.
i.        Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
Guru dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serat menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan pengembangan.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang telah demikian pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian, keahlian guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prisip mengajar seperti telah diuraikan.

3.      Pengertian Kreatif
Pada dasarnya kreatifitas sangat melekat pada manusia, hanya saja setiap individu ada yang sangat menghargai pada ide ide yang dihasilkan dan ada pula yang sama sekali tidak memperhatikan pada ide-ide yang dihasilkan. Ada beberapa definisi tentang kreatifitas menurut beberapa ahli antara lain yaitu:
a.       Menurut kamus besar Indonesia Kreatifitas, dalam kamus besar bahasa Indonesia, edisi kedua, diartikan sebagai kemampuan untuk mencipta atau daya cipta atau perihal berkreasi. Apabila arti dari kreatifitas coba dirumuskan agak bebas, maka artinya adalah; menyangkut sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan berkaitan dengan potensi yang ada dalam diri manusia yang dapat dimanfaatkan untuk mengubah kehidupan. Kata ini berhubungan dengan daya hebat yang berperan menciptakan hal-hal baru yang belum pernah ada sebelumnya
b.      Menurut Dr. Utami Munandar, Bahwa kreatifitas adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkungan dimana ia berada, dengan demikian baik perubahan didalam individu maupun didalam lingkungan, dapat menunjang atau dapat menghambat upaya kreatif. 
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kreatifitas guru adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru maupun mengembangkan hal-hal yang sudah ada untuk memberikan sejumlah pengetahuan kepada anak didik di sekolah.

4.      Ciri - Ciri Guru Kreatif
Seorang guru harus kreatif agar ia dapat menciptakan inovasi-inovasi baru dalam suatu proses pembelajaran.
Kreativitas Menurut Pedoman Diagnostik Potensi Peserta Didik (Depdiknas 2004: 19) dalam Nurhayati (2011: 10), disebutkan ciri kreativitas antara lain:
a.       Menunjukan rasa ingin tahu yang luar biasa
b.      Menciptakan berbagai ragam dan jumlah gagasan guna memecahkan persoalan
c.       Sering mengajukan tanggapan yang unik dan pintar
d.      Berani mengambil resiko
e.       Suka mencoba
f.       Peka terhadap keindahan dan segi estetika dari lingkungan

Menurut Utami Munandar (2009: 31) pentingnya pengembangan  kreativitas ini memiliki empat alasan, yaitu :
a.       Dengan berkreasi, orang dapat mewujudkan dirinya, perwujudan dirinya, perwujudan diri tersebut termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Menurut Maslow (Munandar, 2009) kreativitas juga merupakan manifestasi dari seseorang yang berfungsi sepenuhnya dalam perwujudan dirinya.
b.      Kreativitas atau berfikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat kemungkinan-kemungkinan untukmenyelesaikan suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran dalam pendidikan (Guilford, 1967). Di sekolah yang terutama dilatih adalah penerimaan pengetahuan, ingatan, dan penalaran (berpikir logis)
c.       Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungannya tetapi juga memberi kepuasan pada individu
d.      Kreativitaslah yang memungkinan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, yang dimaksud kreativitas dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk menciptakan ide, gagasan, dan berkreasi untuk memecahkan masalah atau mengatasi permasalahan secara spontanitas. Ciri kreativitas atau orang kreatif secara garis besar menurut para ahli dapat disimpulkan, yaitu : memiliki kemampuan dalammelihat masalah, memiliki kemampuan menciptakan ide atau gagasa untuk memecahkan masalah, terbuka pada hal-hal baru serta menerima hal-hal tersebut.

5.      Pengertian Agen Perubahan
Agen pembaharu (chage agent) adalah orang yang bertugas mempengaruhi klien agar mau menerima inovasi sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh pengusaha pembaharuan (change agency). Pekerjaan ini mencakup berbagai macam pekerjaan seperti guru, konsultan, penyuluh kesehatan, penyuluh pertanian dan sebagainya. Semua agen pembaharu bertugas membuat jalinan komunikasi antara pengusaha pembaharuan (sumber inovasi) dengan sistem klien (sasaran inovasi).
Tugas utama agen pembaharu adalah melancarkan jalannya arus inovasi dari pengusaha pembaharuan ke klien. Proses komunikasi ini akan efektif jika inovasi yang disampaikan ke klien harus dipilih sesuai dengan kebutuhannya atau sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Agar jalinan komunikasi dalam proses difusi ini efektif, umpan balik dari sistem klien harus disampaikan kepada pengusaha pembaharuan melalui agen pembaharu. Dengan umpan balik ini pengusaha pembaharuan dapat mengatur kembali bagaimana sebaiknya agar komunikasi lebih efektif.
Jika tidak terdapat kesenjangan sosial dan teknik antara pengusaha pembaharuan dan klien dalam proses difusi inovasi, maka tidak perlu agen pembaharu. Tetapi biasanya pengusaha pembaharu adalah orang-orang ahli dalam inovasi yang sedang didifusikan, oleh karena itu terjadi kesenjangan pengetahuan sehingga dapat terjadi hambatan komunikasi. Disinilah pentingnya agen pembaharu untuk penyampaian difusi inovasi agar dapat mudah diterima oleh klien.
Agen pembaharu harus mampu menjalin hubungan baik dengan pengusaha pembaharuan dan juga dengan sistem klien. Adanya kesenjangan heterophily pada kedua sisi agen pembaharu dapat menimbulkan masalah dalam komunikasi. Sebagai penghubung antara kedua sistem yang berbeda sebaiknya agen pembaharu bersikap marginal, ia berdiri dengan satu kaki pada pengusaha pembaharu dan satu kaki yang lain pada klien. Keberhasilan agen pembaharu dalam melancarkan proses komunikasi antara pengusaha pembaharu dengan klien, merupakan kunci keberhasilan proses difusi inovasi. Selain itu agen pembaharu melakukan seleksi informasi untuk dapat disesuaikan dengan masalah dan kebutuhan klien.

6.      Fungsi dan Tugas Agen Pembaharu
Fungsi utama agen pembaharu adalah sebagai penghubung antara pengusaha pembaharuan (change agency) dengan klien, tujuannya agar inovasi dapat diterima atau diterapkan oleh klien sesuai dengan keinginan pengusaha pembaharuan. Kunci keberhasilan diterimanya inovasi oleh klien terutama terletak pada komunikasi antara agen pembaharu dengan klien. Jika komunikasi lancar dan efektif proses penerimaan inovasi akan lebih cepat dan makin mendekati tercapainya tujuan yang diinginkan. Sebaliknya jika komunikasi terhambat makin tipis harapan diterimanya inovasi. Oleh karena tugas utama yang harus dilakukan agen pembaharu adalah memantapkan hubungan dengan klien. Kemantapan hubungan antara agen pembaharu dengan klien, maka komunikasi akan lebih lancar.
Rogers, mengemukakan ada tujuh langkah kegiatan agen pembaharu dalam pelaksanaan tugasnya inovasi pada sistem klien, sebagai berikut.
a.       Membangkitkan kebutuhan untuk berubah. Biasanya agen pembaharu pada awal tugasnya diminta untuk membantu kliennya agar mereka sadar akan perlunya perubahan.Agen pembaharu mulai dengan mengemukakan berbagaimasalah yang ada, membantu menemukan masalah yang penting dan mendesak, serta meyakinkan klien bahwa mereka mampu memecahkan masalah tersebut. Pada tahap ini agen pembaharu menentukan kebutuhan klien dan juga membantu caranya menemukan masalah atau kebutuhan dengan cara konsultatif.
b.      Memantapkan hubungan pertukaran informasi. Sesudah ditentukannya kebutuhan untuk berubah, agen pembaharu harus segera membina hubungan yang lebih akrab dengan klien. Agen pembaharu dapat meningkatkan hubungan yang lebih baik kepada klien dengan cara menumbuhkan kepercayaan klien pada kemampuannya, saling mempercayai dan juga agen pembaharu harus menunjukan empati pada masalah dan kebutuhan klien.
c.       Mendiagnosa masalah yang dihadapi. Agen pembaharu bertanggung jawab untuk menganalisa situasi masalah yang dihadapi klien, agar dapat menentukan berbagai alternatif jika tidak sesuai kebutuhan klien. Untuk sampai pada kesimpulan diagnosa agen pembaharu harus meninjau situasi dengan penuh emphati. Agen pembaharu melihat masalah dengan kacamata klien, artinya kesimpulan diagnosa harus berdasarkan analisa situasi dan psikologi klien, bukan berdasarkan pandangan pribadi agen pembaharu.
d.      Membangkitkan kemauan klien untuk berubah. Setelah agen pembaharu menggali berbagai macam cara yang mungkin dapat dicapai oleh klien untuk mencapai tujuan, maka agen pembaharu bertugas untuk mencari cara memotivasi dan menarik perhatian agar klien timbul kemauannya untuk berubah atau membuka dirinya untuk menerima inovasi. Namun demikian cara yang digunakan harus tetap berorientasi pada klien, artinya berpusat pada kebutuhan klien jangan terlalu menoinjolkan inovasi.
e.       Mewujudkan kemauan dalam perbuatan. Agen pembaharu berusaha untuk mempengaruhi tingkah laku klien dengan persetujuan dan berdasarkan kebutuhan klien jadi jangan memaksa. Dimana komunikasi interpersonal akan lebih efektif kalau dilakukan antar teman yang dekat dan sangat bermanfaat kalau dimanfaatkan pada tahap persuasi dan tahap keputusan inovasi. Oleh kerena itu dalam hal tindakan agen pembaharu yang paling tepat menggunakan pengaruh secara tidak langsung, yaitu dapat menggunakan pemuka masyarakat agar mengaktifkan kegiatan kelompok lain.
f.       Menjaga kestabilan penerimaan inovasi dan mencegah tidak berkelanjutannya inovasi. Agen pembaharu harus menjaga kestabilan penerimaan inovasi dengan cara penguatan kepada klien yang telah menerapkan inovasi. Perubahan tingkah laku yang sudah sesuai dengan inovasi dijaga jangan sampai berubah kembali pada keadaan sebelum adanya inovasi.
g.      Mengakhiri hubungan ketergantungan. Tujuan akhir tugas agen pembaharu adalah dapat menumbuhkan kesadaran unrtuk berubah dan kemampuan untuk merubah dirinya, sebagai anggota sistem sosial yang selalu mendapat tantangan kemajuan jaman. Agen pembaharu harus berusaha mengubah posisi klien dari ikatan percaya pada kemampuan agen pembaharu menjadi bebas dan percaya kepada kemampuan sendiri.

C.     PEMBAHASAN
1.      Guru Sebagai Agent of Change Pembelajaran Siswa
Dalam Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan Undang Undang No.14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen, bahwa kedudukan, peran dan fungsi guru sangat sentral dalam membangun kualitas pendidikan nasional. Merujuk pada beberapa peraturan perundangan bidang pendidikan tersebut di atas, baik berupa Undang Undang, Peraturan Pemerintah sampai Permendiknas, pada era sekarang dan akan datang setiap guru harus memiliki empat kompetensi dasar, yaitu:
a.       Kompetensi pedagogic
b.      Kompetensi kepribadian
c.       Kompetensi social
d.      Kompetensi professional
Menyimak beragam teori tentang agen perubahan yang telah diuraikan di atas, kemudian dikomperasikan dengan beragam kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah:
a.       guru termasuk salah satu faktor kunci dalam menentukan kualitas dan keberhasilan proses pembelajaran siswa di kelas;
b.      guru yang memiliki kualitas kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional, akan mampu berperan sebagai salah satu agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di kelas; dan
c.       guru diharapkan tetap konsisten dalam mengajar, membimbing dan mendidik siswa untuk mengembangkan kualitas intelektual, emosional dan spiritualnya dengan prinsip tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarso sung tulodo.
2.      Strategi Meningkatkan Peran Guru Sebagai Agent of Change
Sebagaimana yang telah disinggung di atas, bahwa kondisi kualitas guru di Indonesia secara makro masih belum terberdayakan secara maksimal, dan diantara faktor kunci penyebabnya adalah kondisi mentalitas, motivasi atau dorongon internal guru untuk terus belajar, berinovasi dalam pembelajaran dan terus mengikuti perkembangan Iptek terkini masih relatif rendah (Oemar, H., 2002; Tilaar, 2002; Wahab, A.A., 2007).
Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan dalam meningkatkan peran guru sebagai agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di kelas antara lain:
a.       membangun kualitas mentalitas positif guru melalui kegiatan pelatihan ’motivasi berprestasi’ dan sejenisnya secara periodik, misalnya pembinaan dan pelatihan ESQ. Meskipun setiap guru secara teoritik telah mengetahui sebagian teori-teori psikologi pembelajaran, dia tetap memerlukan penyegaran orientasi dan wawasan hidup prospektif dari para pakar psikologi atau para motivator dalam menghadapi beragam persoalan pekerjaan sebagai pendidik.
b.      Kedua, menyikapi kondisi guru yang masih belum memahami beragam inovasi pembelajaran dan arti pentingnya pemanfaatan kemajuan teknologi pembelajaran, maka strategi yang dapat dilakukan adalah setiap satuan pendidikan harus mempunyai ’tim ahli inovasi pembelajaran’. Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh tim ahli inovasi pembelajaran dalam meningkatkan kualitas guru adalah:
1)      melakukan diskusi kolegial tentang pengembangan penguasaan konsep-konsep keilmuan dan perkembangan teknologi terkini;
2)      melakukan penyusunan soal-soal sesuai dengan standar kompetensi kelulusan BSNP;
3)      melakukan penyusunan bahan ajar atau modul dan melakukan pelatihan penggunaan multi media berbasisi IT;
4)      melakukan kegiatan penelitian tindakan kelas;
5)      melibatkan guru dalam proses evaluasi diri sekolah (school self evaluation); dan
6)      memberikan masukan atau diskusi kolegial tentang penerapan metode pembelajaran yang menegakkan pilar-pilar pembelajaran, yaitu: learning to know (belajar mengetahui), learning to do (belajar berbuat), learning to gether (belajar hidup bersama), dan learning to be (belajar menjadi seseorang) (Djohar, 1999).
c.       Ketiga, membangun mentalitas kerjasama sebagai team work yang kokoh. Semua guru pada satuan pendidikan dalam proses layanan pendidikan harus menyatu bagaikan satu bangunan kokoh (kesatuan sistem). Proses interaksi dissosiatif sesama pendidik dalam pemberian layanan pendidikan harus diminimalisir (Usman, M.U., 2000; Sanjaya, W. 2007).
Oleh karena itu, dalam konteks pemberian layanan pembelajaran di satuan pendidikan yang berkualitas, seharunya setiap guru senantiasa belajar untuk memajukan satuan pendidikannya melalui enam konsep yaitu:
1)      system thinking;
2)      mental models;
3)      personal mastery;
4)      team learning and teaching;
5)      shared vision; dan
6)      dialog (Peter dalam Soetrisno, 2002).
Ketika guru pada setiap satuan pendidikan mampu menjalin kerjasama dalam mewujudkan keenam konsep tersebut, diasumsikan mereka akan mampu berperan sebagai agent of change pembelajaran siswa di sekolah dengan baik. Pakar psikologi Seligman, M. (2005), mengatakan ’ketika individu mampu membangun mentalitas positif, misalnya sanggup menjalin komunikasi humanis di setiap kehidupan kelompok, maka individu tersebut akan mampu meraih kebahagiaan dan keberhasilan puncak dalam hidupnya’.
d.      Keempat, Dinas Pendidikan Kota atau Kabupaten, melalui pengawas sekolah terus melakukan pemantauan atau pembinaan terhadap kinerja guru dalam mengimplementasikan empat kompetensi dasar guru profesional.
e.       Kelima, dalam rangka memudahkan aktivitas guru untuk mewujudkan beragam kompetensi profesinya, maka pemerintah dan warga masyarakat harus tetap punya komitmen dalam penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran dengan baik, karena ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran secara baik akan mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran siswa di sekolah  (Atmadi, ed., 2000; Supriadi, D. 2004). Disamping penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran di sekolah secara baik dan lengkap, pemerintah harus tetap konsisten dalam mengupayakan peningkatan kualitas kesejahteraan guru. Untuk merealisaikan dua hal tersebut pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah mengeluarkan:
1)      Permendiknas nomor 24 tahun 2007 tentang Standar sarana dan prasarana;
2)      Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi guru dalam jabatan;
3)      Permendiknas Nomor 40 tahun 2007, tentang Sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan.
Ketika sarana dan prasarana pembelajaran tersedia dengan baik, kesejahteraan guru terjamin dan diikuti dengan tumbuhnya sikap mental positif pada diri setiap guru sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka diasumsikan guru akan mampu meningkatkan kualitas profesionalnya (Soetjipto dan Kosasi, 1999; Usman, M.U., 2000), sehingga guru akan mampu berperan sebagai agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di sekolah.
Sebagaimana yang telah diurakan di atas, pada hakikatnya potret seorang guru yang mampu berperan aktif sebagai agen perubahan pembelajaran siswa di kelas, antara lain:
1)      mempunyai wawasan yang cukup luas tentang beragam teori psikologi perkembangan atau teori pembelajaran, dan mampu menerapkan secara ‘bijak’ dalam proses pembelajaran di kelas;
2)      mempunyai sikap mental positif terhadap perkembangan Iptek dan selalu berusaha mewujudkan proses pembelajaran di kelas dengan nuansa demokratik, humanis dan multikultural;
3)      selalu menjadi contoh teladan terbaik bagi anak dalam segala pola aktivitas hidupnya, baik menyangkut aspek mentalitas, aspek pola prilaku sehari-hari dan pola berpakaian;
4)      selalu melakukan pemantauan perkembangn hasil belajar siswa dengan menggunakan sistem evaluasi yang baik dan integral yang menyangkut tujuh aspek yaitu: penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap (afektif), penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil karya siswa (potofolio) dan penilaian diri (self assessment); dan
5)      selalu berusaha meningkatkan kualitas diri dalam membuat karya tulis ilmiah yang berkaitan langsung dengan inovasi pembelajaran.

E.     KESIMPULAN
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang telah demikian pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Guru dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serat menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan pengembangan.
Seorang guru harus kreatif agar ia dapat menciptakan inovasi-inovasi baru dalam suatu proses pembelajaran. Kreativitas dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk menciptakan ide, gagasan, dan berkreasi untuk memecahkan masalah atau mengatasi permasalahan secara spontanitas. Ciri kreativitas atau orang kreatif secara garis besar menurut para ahli dapat disimpulkan, yaitu : memiliki kemampuan dalammelihat masalah, memiliki kemampuan menciptakan ide atau gagasa untuk memecahkan masalah, terbuka pada hal-hal baru serta menerima hal-hal tersebut.
Seorang guru menjadi agen pembaruan karena ia harus memiliki 4 kompetensi yaitu: a) Kompetensi pedagogic, b) Kompetensi kepribadian, c) Kompetensi social, dan d) Kompetensi professional. Ada beberapa langkah strategis dalam meningkatkan peran guru sebagai salah satu agent of change pembelajaran siswa di sekolah adalah:
a)      membangun kualitas mentalitas positif setiap guru;
b)      melalui ’tim inovasi pembelajaran’ di setiap satuan pendidikan, guru dilibatkan secara aktif-kreatif dalam mengembangkan kemampuan prefesionalnya
c)      membangun kerjasama sebagai team work dalam memajukan satuan pendidikan melalui enam konsep;
d)     pengawas sekolah melakukan pembinaan secara inten dan sistematis tentang pengembangan kualitas profesional guru; dan
e)      meningkatkan kualitas sarana parasarana pembelajaran di sekolah dan meningkatkan kesejahteraan guru.




DAFTAR PUSTAKA

Fakhrudin. 2011. Agen Perubahan/ Change Agent. Diakses pada 15 Juni 2013, alamat: http://gubugtp.blogspot.com/2011/04/agen-perubahanchange-agent-makalah.html

Fatmawati. Dwi. Diakses pada 15 Juni 2013, alamat: http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/08130084-dwi-fatmawati.ps

Satori, Djam’an. 2008. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka

SDN Jatiroto. 2012. Guru Profesional dan Kreatif adalah Agen Perubahan Bangsa. Diakses pada 15 Juni 2013, alamat: http://sdnjatiroto01.blogspot.com/2012/09/guru-profesional-dan-kreatif-adalah.html

Uno, Hamzah. 2007. Profesi Kependidikan. Gorontalo: Bumi Aksara