Senin, 11 November 2013

menciptakan kondisi lingkungan kelas yang kondusif




A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan unsur penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa dan negara. Berdasarkan Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 (2006: 2), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Peran seorang guru pada pengelolaan kelas sangat penting dalam menciptakan lingkungan kelas yang tertib dan kondusif dan suasana pembelajaran yang menarik. Pengelolaan kelas merupakan suatu tindakan yang menunjukan kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar- mengajar. Tindakan optimal yang dilakukan guru dalam melakukan kegiatan pengelolaan kelas bukanlah tindakan yang imaginatif semata-mata akan tetapi memerlukan kegiatan yang sistematik berdasarkan langkah-Iangkah bagaimana seharusnya kegiatan itu dilakukan. Jadi prosedur pengelolaan kelas merupakan langkah-langkah bagaimana kegiatan pengelolaan kelas dilakukan untuk terciptanya kondisi belajar yang optimal serta rnempetahankan kondisi tersebut agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efesien. Menurut Milan Rianto(2007:1), tingkat keberhasilan pembelajaran amat ditentukan oleh kondisi yang terbangun selama pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang semakin kondusif, maka tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajarnya akan semakin tinggi dan sebaliknya. Atau terciptanya kondisi pembelajaran yang efektif akan menjadikan proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dan peserta didik berhasil dalam mewujudkan tujuan/kompetensi yang diharapkan sebagai dampaknya. Menurut Reigeluth (1983) dalam Milan Rianto(2007:1), hasil belajar peserta didik yang efektif, efisien dan mempunyai daya tarik dipengaruhi oleh kondisi pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa kondisi pembelajaran yang kondusif akan berbanding lurus dengan hasil peerolehan sisiwa pada materi yang diberikan.
Kendatipun demikian, pendidik perlu berupaya bagaimana menciptakan kondisi yang kondusif, menyenangkan, menantang, sehingga materi ajar yang disajikan dapat mengintervensi kompetensi yang diharapkan dalam diri peserta didik. Melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang berlangsung dalam kondisi yang menyenangkan akan berpeluang bagi peserta didik untuk dapat mengungkap arti dan makna yang berbeda atas interpretasinya terhadap obyek, materi yang tersajikan. Untuk menciptakan kondisi tersebut, pendidik pada umumnya perlu melakukan pengelolaan terhadap sarana dan prasarana kelas yang tersedia serta mencegah dan/atau mengendalikan timbulnya perilaku peserta didik yang mengganggu aktivitas selama proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas jelaslah bahwa guru merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan proses belajar mengajar, sehingga sudah seharusnya guru harus memiliki kemampuan profesional termasuk kemampuan memanajemeni kelas agar dapat tercipta suatu lingkungan belajar yang kondusif di dalam kelas. Maka dalam makalah ini akan membahas mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan suatu kondisi lingkungan yang kondusif namun dibatasi pada permasalahan yang timbul dari tindakan siswa.

B.     Kajian Teori
1.         Pengertian Menciptakan Lingkungan Belajar
Menciptakan lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan terhadap lingkungan belajar. Aktivitas guru dalam menata dan atau menciptakan lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu, guru dalam melakukan penciptaan lingkungan belajar di kelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Milan Rianto (2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal.
Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional activities) yang sengaja direkayasa oleh pendidik dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik sampai dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang siswa dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan siswa dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus bersih, tempat duduk di tata sedemikia rupa agar anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas di cat berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden, kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.
2.         Pengertian Lingkungan Kondusif
Secara umum lingkungan belajar itu dapat berupa lingkungan belajar di sekolah atau di kampus dan di lingkungan rumah. Siswa akan dapat belajar dengan baik hanya dalam suasana belajar yang kondusif. Yaitu suasana yang mendukung terlaksananya proses belajar yang nyaman dan menyenangkan. Diyakini bahwa, proses belajar yang kondusif ini akan menghantarkan siswa pada hasil belajar yang optimal.
Suasana belajar yang kondusif memungkinkan siswa dapat memusatkan pikiran dan perhatian kepada apa yang sedang dipelajari. Sebaliknya, suasana belajar yang tidak nyaman dan membosankan akan membuat kosentrasi belajar siswa terganggu. Jangan harap hasil belajar yang optimal akan dapat diwujudkan. Kegiatan belajar dari menit ke menit hanya akan menghabiskan waktu alokasi pembelajarn dan berakhir jika sudah berbunyi bel pergantian jam pelajaran.
Ada 2 faktor penentu tercipta atau tidaknya suasana belajar yang kondusif. Pertama, suasana dalam kelas. Guru menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan pembelajaran di ruang kelas. Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan sangat menentukan kondusif atau tidaknya suasana belajar. Kemudian bagaimana guru menguasai situasi belajar siswa. Guru tidak hanya perlu menguasai materi pelajaran, namun yang lebih penting adalah mampu menguasai dinamika kelas yang dihuni oleh berbagai sifat dan watak siswa. Jika  guru tidak mampu menguasai dinamika kelas, suasana kelas akan gaduh dan ribut oleh sikap dan perbuatan siswa yang beraneka ragam.
.Faktor kedua, lingkungan di sekitar kelas atau sekolah. Suasana belajar yang kondusif akan tercipta apabila didukung suasana yang nyaman dan tentram di sekitar kelas atau sekolah. Lokasi sekolah yang berada terlalu dekat dengan keramaian, seperti; pasar, pinggiran jalan raya atau pabrik cenderung mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar. Tidak hanya persoalan bunyi, bau tak sedap pun dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa dalam belajar. Sekolah yang berada terlalu dekat dengan areal peternakan atau perkebunan karet misalnya, akan membuat suasana belajar menjadi tidak kondusif.
Jadi, pembelajaran yang baik akan tercipta apabila kondisi kelas dan sekitarnya kondusif. kondisi yang kondusif ini akan dapat tercapai apabila suasana di ruang kelas dan di lingkungan sekitarnya, mendukung terlaksananya proses belajar siswa.

3.         Permasalahan dalam mewujudkan Lingkungan belajar yang kondusif
Raka Joni dalam Mulyadi mengemukakan  masalah pengelolaan kelas yang dapat menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang kondusif dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu: masalah individual dan masalah kelompok
1)   Masalah Individu/perorangan
Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassell, mengemukakan bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan kebutuhan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Hal yang sama juga dikemukakan oleh As’ad, bahwa Masalah individu akan muncul karena dalam setiap individu ada kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan ingin mencapai harga diri. Sehingga ketika kebutuhan tidak dapat terpenuhi melalui cara-cara yang wajar maka individu tersebut akan berusaha mendapatkannya dengan cara-cara yang tidak baik.
Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut, memungkinkan terjadi beberapa tindakan siswa yang dapat digolongkan menjadi:
a)    Attention getting behaviors
Tingkah-Iaku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain, misalnya membadut di dalam kelas (aktif), atau dengan berbuat serba lamban supaya mendapat pertolongan/perhatian oleh guru (pasif).
b)   Power seeking behaviours
Tingkah-Iaku yang ingin mendapat kekuasaan, misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali emosional, seperti marah-marah, menangis atau selalu "Iupa" pada aturan penting di kelas (pasif).
c)    Revenge seeking behaviours
Tingkah-Iaku yang bertujuan menyakiti orang lain dengan tujuan menuntut balas, misalnya mengata-ngatai, memukul, menggigit dan sebagainya (kelompok ini nampaknya kebanyakan dalam bentuk aktif atau pasif).
d)   Passive Behaviour (helpness)
Peragaan ketidakmampuan yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun karena yakin bahwa hanya kegagalanlah yang menjadi bagiannya.
2)   Masalah Kelompok
Lois V. Johnson dan Mary A. Bany, mengemukakan tujuh katagori masalah kelompok dalam manajemen kelas. Masalah ini merupakan yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas. Masalah kelompok akan muncul apabila tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan kelompok, kelas frustasi atau lemas dan akhirnya siswa menjadi anggota kelompok bersifat pasif, acuh, tidak puas dan belajarnya terganggu. Apabila kebutuhan kelompok ini terpenuhi, anggotanya akan aktif, puas, bergairah dan belajar dengan baik.
Masalah-masalah kelompok yang dimaksud adalah:
a)    Kelas kurang kohesif lantaran alasan jenis kelamin, suku, tingkatan social ekonomi, dan sebagainya
b)   Penyimpangan dari norma-norma tingkah laku yang telah disepakai sebelumnya
c)    Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya
d)   “Membombang” anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok
e)    Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari yang tengah digarap
f)    Semangat kerja rendah, kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru seperti gangguan jadwal guru terpaksa diganti sementara oleh guru lain.

4.      Upaya Menciptakan Lingkungan Belajar yang Kondusif Secara Preventif dan Kuratif
Upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa yang tinggi, dapat dilakukan secara preventif maupun kuratif. Perbedaan kedua jenis pengelolaan kelas tersebut, akan berpengaruh terhadap perbedaan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh seorang guru dalam menerapkan kedua jenis Manajemen Kelas tersebut. Dikatakan secara preventif apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan suatu kondisi dari kondisi interaksi biasa menjadi interaksi pendidikan dengan jalan menciptakan kondisi baru yang menguntungkan bagi Proses Belajar Mengajar. Sedangkan yang dimaksud dengan Manajemen Kelas secara kuratif adalah yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa, sehingga mengganggu jalannya Proses Belajar Mengajar.
Menurut Nurhadi, upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa yang tinggi dapat dilakukan secara preventif maupun secara kuratif. Sehingga pengelolaan kelas, apabila ditinjau dari sifatnya, dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1)      Pengelolaan kelas yang bersifat preventif (pencegahan)
Yaitu apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan kondisi pendidikan yang menguntungkan bagi proses belajar mengajar. Pengelolaan kelas yang preventif ini dapat berupa tindakan, contoh atau pemberian informasi yang dapat diberikan kepada siswa sehingga akan berkembang motivasi yang tinggi, atau agar motivasi yang sudah baik itu tidak dinodai oleh tindakan siswa yang menyimpang sehingga mengganggu proses belajar mengajar di kelas.
2)      Pengelolaan kelas yang bersifat kuratif (penyembuhan)
Pengelolaan kelas yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa sehingga mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Dalam hal ini kegiatan pengelolaan kelas akan berusaha menghentikan tingkah laku yang menyimpang tersebut dan kemudian mengarahkan terciptanya tingkah laku siswa yang mendukung terselenggaranya proses belajar mengajar dengan baik.
Berdasarkan jenis pengelolaan kelas tersebut, maka prosedur atau langkah-langkah pengelolaan kelas dapat dilakukan sebagai berikut:
1)      Dimensi Preventif
     Keberhasilan dalam tindakan pencegahan merupakan salah satu indicator keberhasilan manajemen kelas. konsekuensinya adalah guru dalam menentukan langkah yang efektif dan efisien untuk jangka pendek dan jangka panjang agar tujuan kelas yang kondusif dapat tercapai. Adapun langkah-langkah pencegahannya sebagai berikut:
a)      Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Sikap guru terhadap kegiatan profesinya akan banyak mempengaruhi terciptanya kondisi belajar mengajar atau menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Oleh karena itu, langkah utama dan pertama yang strategis dan mendasar dalam kegiatan pengelolaan kelas adalah "Peningkatan kesadaran diri" sebagai guru. Apabila seorang guru sadar akan profesinya sebagai guru pada gilirannya akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya.
Implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak dalam sikap guru yang demokratis tidak otoriter, menunjukan kepribadian yang stabil, harmonis serta berwibawa. Sikap demikian pada akhirnya akan menumbuhkan atau menghasilkan reaksi serta respon yang positif dari siswa.
b)      Peningkatan kesadaran siswa
Meningkatkan kesadaran diri sebagai guru tidak akan ada artinya tanpa diikuti meningkatnya kesadaran siswa sebab apabila siswa tidak atau kurang memiliki kesadaran terhadap dirinya tidak akan terjadi interaksi yang positif dengan guru dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Pada akhimya dapat mengganggu kondisi optimal dalam rangka belajar mengajar. Kurangnya kesadaran siswa terhadap dirinya ditandai dengan sikap yang mudah marah, mudah tersinggung, mudah kecewa, dan sikap tersebut akan memungkinkan siswa melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji. Untuk menanggulangi atau mencegah munculnya sikap negatif tersebut guru harus berupaya meningkatkan kesadaran siswa melalui tindakan sebagai berikut:
Ø  Memberitahukan kepada siswa tentang hak dan kewajiban siswa sebagai anggota kelas.
Ø  Memperhatikan kebutuhan dan keinginan siswa.
Ø  Menciptakan suasana adanya saling pengertian yang baik antara guru dan siswa.
c)    Sikap Polos dan Tulus dari Guru
Guru dituntut untuk bersikap polos dan tulus, artinya guru dalam tindakan dan sikap keseharian selalu apa adanya tidak berpura-pura. Tindakan dan sikap demikian akan merupakan rangsangan positif bagi siswa dan siswa akan memberikan respon atau reaksi positif. Penciptaan suasana sosioemosional di dalam kelas akan banyak dipengaruhi oleh polos tidaknya dan tulus tidaknya sikap guru yang pada gilirannya akan berpengaruh penciptaan kondisi lingkungan yang optimal dalam rangka proses belajar mengajar.
d)     Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan.
Untuk mengenal dan menemukan alternative pengelolaan langkah ini mengharuskan guru agar mampu:
                                                     i.          Mengidentifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku siswa yang bersifat individual atau kelompok. Termasuk di dalamnya penyimpangan yang sengaja dilakukan siswa hanya sekedar untuk menarik perhatian guru atau teman -temannya.
                                                   ii.          Mengenal berbagai pendekatan dan pengelolaan kelas dan menggunakan sesuai dengan situasi atau menggantinya dengan pendekatan lain yang telah dipilihnya apabila pilihan pertama mengalami kegagalan.
                                                 iii.          Mempelajari pengalaman guru-guru lainnya baik yang gagal atau berhasil sehingga dirinya mempunyai alternatif yang bervariasi dalam berbagai problem pengelolaan.
e)      Menciptakan "kontrak sosial"
Kontrak sosial pada dasarnya berkaitan dengan "Standar tingkah laku" yang diharapkan dan memberikan gambaran tentang fasilitas beserta keterbatasannya untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah. Dengan kata lain "Standar tingkah laku yang memadai dalam situasi khusus". Suatu persetujuan umum tentang bagaimana sesuatu dibuat, tindakan sehari-hari yang bagaimana yang diperbolehkan. Standar tingkah laku ini tidak membatasi kebebasan siswa akan tetapi merupakan tindakan pengarahan ke arah tingkah laku yang memadai atau yang diharapkan dalam beberapa situasi. Standar tingkah laku harus melalui kontrak sosial dengan siswa. Dalam arti bahwa aturan yang berkaitan dengan nilai atau norma yang turun dari atasan (guru/sekolah) tidak timbul dari bawah akan mengakibatkan aturan tersebut kurang dihormati atau ditaati, sehingga perumusannya perlu dibicarakan atau disetujui bersama oleh guru dan siswa. Kebiasaan yang terjadi dewasa ini aturan-aturan sebagai "Standar tingkah laku" berasal dari atas, siswa hanya menerima apa adanya dan tidak punya pilihan lain. Kondisi demikian akan memungkinkan timbulnya persoalan-persoalan dalam pengelolaan kelas karena siswa tidak merasa membuat serta memiliki peraturan sekolah yang ada.

2)      Dimensi Kuratif
Pada dasarnya langkah-langkah prosedur dimensi penyembuhan adalah sebagi berikut:
a)    Mengidentifikasi Masalah
Dalam tahap identifikasi guru melakukan kegiatan untuk mengenal atau mengetahui masalah-masalah yang timbul di kelas. Dari masalah-masalah tersebut guru harus dapat mengidentifikasi jenis-jenis penyimpangan sekaligus mengetahui siswa yang melakukan penyimpangan tersebut.
b)      Menganalisa Masalah
Pada langkah kedua ini, kegiatan guru adalah berusaha untuk menganalisa penyimpangan dan menyimpulkan latar belakang dan sumber dari pada penyimpangan itu. Setelah diketahui sumbernya kemudian dilanjutkan dengan menentukan alternatif-alternati penanggulangan atau penyembuhan penyimpangan tersebut.
c)      Menilai Alternatif-alternatif Pemecahan
Menilai dan melaksanakan salah satu alternatif pemecahan. Pada langkah ketiga ini, kegiatan yang dilakukan adalah memilih alternatif berdasarkan sejumlah alternatif pemecahan masalah yang telah disusun. Artinya alternative mana yang paling tepat untuk menanggulangi penyimpangan tersebut.
d)     Melaksanakan Alternatif yang Telah Ditetapkan
Setelah ditetapkan alternatif yang tepat maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan alternatif tersebut.
e)      Mendapatkan balikan dari hasil pelaksanaan alternatif pemecahan masalah yang dimaksud.
Langkah ini didahului dengan langkah monitoring yaitu kegiatan untuk mendapatkan data yang merupakan balikan untuk menilai apakah pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang dipilih telah mencapai sasaran sesuai dengan yang direncanakan atau bahkan terjadi perkembangan baru yang lebih baik, semua ini merupakan dasar untuk melakukan perbaikan program.


DAFTAR PUSTAKA

Harefa, Pieterson. 2009. Penciptaan Lingkungan Belajar yang Kondusif dan Peran Pendidik dalam Pendidikan. Diakses pada alamat: http://belajardanpembelajaranikipgusit.blogspot.com/2009/01/penciptaan-lingkungan-belajar-yang.html
Rachman, Maman. 1999. Manajemen Kelas. Jakarta: Depdikbud
Samsul, Edy. 2012. Suasana Belajar yang Kondusif. Diakses pada alamat: http://swardik.blogspot.com/2012/09/suasana-belajar-yang-kondusif.html

1 komentar:

  1. Stainless Steel Brushed Brushed Frame with Brass Brushed
    This Brushed Frame has a bronze finish with titanium dive watch a very columbia titanium fine brass alloy design titanium scrap price and is set titanium body jewelry with a stainless steel frame with an $54.95 · ‎In stock croc titanium flat iron

    BalasHapus