A. Latar
Belakang
Pendidikan merupakan
unsur penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa dan negara. Berdasarkan
Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 (2006: 2), pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Peran seorang guru pada pengelolaan
kelas sangat penting dalam menciptakan lingkungan kelas yang tertib dan
kondusif dan suasana pembelajaran yang menarik. Pengelolaan kelas merupakan suatu tindakan yang
menunjukan kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar- mengajar. Tindakan optimal yang dilakukan guru dalam
melakukan kegiatan pengelolaan kelas bukanlah
tindakan yang imaginatif semata-mata akan tetapi memerlukan kegiatan yang sistematik berdasarkan langkah-Iangkah bagaimana
seharusnya kegiatan itu dilakukan. Jadi
prosedur pengelolaan kelas merupakan langkah-langkah bagaimana kegiatan pengelolaan kelas dilakukan untuk terciptanya kondisi
belajar yang optimal serta rnempetahankan
kondisi tersebut agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efesien. Menurut
Milan Rianto(2007:1), tingkat keberhasilan pembelajaran amat ditentukan oleh
kondisi yang terbangun selama pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang semakin kondusif,
maka tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajarnya akan semakin tinggi
dan
sebaliknya.
Atau terciptanya kondisi pembelajaran yang efektif akan menjadikan proses pembelajaran
berlangsung secara efektif dan efisien dan peserta didik berhasil dalam mewujudkan
tujuan/kompetensi yang diharapkan sebagai dampaknya. Menurut Reigeluth (1983)
dalam Milan Rianto(2007:1), hasil belajar peserta didik yang efektif, efisien
dan
mempunyai
daya tarik dipengaruhi oleh kondisi pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis
menyimpulkan bahwa kondisi pembelajaran yang kondusif akan berbanding lurus
dengan hasil peerolehan sisiwa pada materi yang diberikan.
Kendatipun demikian,
pendidik perlu berupaya bagaimana menciptakan kondisi yang kondusif,
menyenangkan, menantang, sehingga materi ajar yang disajikan dapat
mengintervensi kompetensi yang diharapkan dalam diri peserta
didik. Melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang
berlangsung dalam kondisi yang menyenangkan akan berpeluang bagi peserta
didik untuk dapat mengungkap arti dan makna yang berbeda atas interpretasinya terhadap
obyek, materi yang tersajikan. Untuk menciptakan kondisi tersebut, pendidik
pada
umumnya
perlu melakukan pengelolaan terhadap sarana dan prasarana kelas yang tersedia
serta
mencegah
dan/atau mengendalikan timbulnya perilaku peserta didik yang mengganggu aktivitas
selama proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas jelaslah bahwa guru
merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan proses belajar mengajar,
sehingga sudah seharusnya guru harus memiliki kemampuan profesional termasuk
kemampuan memanajemeni kelas agar dapat tercipta suatu lingkungan belajar yang
kondusif di dalam kelas. Maka dalam makalah ini akan membahas mengenai upaya
yang dapat dilakukan untuk menciptakan suatu kondisi lingkungan yang kondusif
namun dibatasi pada permasalahan yang timbul dari tindakan siswa.
B. Kajian
Teori
1.
Pengertian Menciptakan Lingkungan
Belajar
Menciptakan lingkungan
belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan terhadap lingkungan belajar.
Aktivitas guru dalam menata dan atau menciptakan lingkungan belajar lebih
terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena
itu, guru dalam melakukan penciptaan lingkungan belajar di kelas tiada lain
melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom
management). Menurut Milan Rianto (2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya
pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta
memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung secara optimal.
Optimalisasi proses
pembelajaran menunjukan bahwa keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran
(instructional activities) yang sengaja direkayasa oleh pendidik dapat
berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik sampai
dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Indra Djati Sidi (2005:148–150),
menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan
menunjang siswa dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan
fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan siswa dan pemanfaatan sumber
belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dapat ditegaskan
lebih lanjut bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu
membangkitkan gairah belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk
belajar. Kelas belajar harus bersih, tempat duduk di tata sedemikia rupa agar
anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas di cat
berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan
belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden,
kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.
2.
Pengertian Lingkungan Kondusif
Secara umum lingkungan
belajar itu dapat berupa lingkungan belajar di sekolah atau di kampus dan di
lingkungan rumah. Siswa akan dapat belajar dengan baik hanya dalam suasana
belajar yang kondusif. Yaitu suasana yang mendukung terlaksananya proses
belajar yang nyaman dan menyenangkan. Diyakini bahwa, proses belajar yang kondusif
ini akan menghantarkan siswa pada hasil belajar yang optimal.
Suasana belajar yang
kondusif memungkinkan siswa dapat memusatkan pikiran dan perhatian kepada apa
yang sedang dipelajari. Sebaliknya, suasana belajar yang tidak nyaman dan
membosankan akan membuat kosentrasi belajar siswa terganggu. Jangan harap hasil
belajar yang optimal akan dapat diwujudkan. Kegiatan belajar dari menit ke
menit hanya akan menghabiskan waktu alokasi pembelajarn dan berakhir jika sudah
berbunyi bel pergantian jam pelajaran.
Ada 2 faktor penentu
tercipta atau tidaknya suasana belajar yang kondusif. Pertama, suasana dalam
kelas. Guru menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan
pembelajaran di ruang kelas. Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan
sangat menentukan kondusif atau tidaknya suasana belajar. Kemudian bagaimana
guru menguasai situasi belajar siswa. Guru tidak hanya perlu menguasai materi
pelajaran, namun yang lebih penting adalah mampu menguasai dinamika kelas yang
dihuni oleh berbagai sifat dan watak siswa. Jika guru tidak mampu menguasai dinamika kelas,
suasana kelas akan gaduh dan ribut oleh sikap dan perbuatan siswa yang beraneka
ragam.
.Faktor kedua,
lingkungan di sekitar kelas atau sekolah. Suasana belajar yang kondusif akan
tercipta apabila didukung suasana yang nyaman dan tentram di sekitar kelas atau
sekolah. Lokasi sekolah yang berada terlalu dekat dengan keramaian, seperti;
pasar, pinggiran jalan raya atau pabrik cenderung mengganggu konsentrasi siswa
dalam belajar. Tidak hanya persoalan bunyi, bau tak sedap pun dapat mengganggu
konsentrasi belajar siswa dalam belajar. Sekolah yang berada terlalu dekat
dengan areal peternakan atau perkebunan karet misalnya, akan membuat suasana
belajar menjadi tidak kondusif.
Jadi, pembelajaran yang
baik akan tercipta apabila kondisi kelas dan sekitarnya kondusif. kondisi yang
kondusif ini akan dapat tercapai apabila suasana di ruang kelas dan di
lingkungan sekitarnya, mendukung terlaksananya proses belajar siswa.
3.
Permasalahan dalam mewujudkan Lingkungan
belajar yang kondusif
Raka Joni dalam Mulyadi
mengemukakan masalah pengelolaan kelas yang
dapat menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang kondusif dikelompokkan ke
dalam dua kategori yaitu: masalah individual dan masalah kelompok
1) Masalah
Individu/perorangan
Rudolf Dreikurs dan
Pearl Cassell, mengemukakan bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya
pencapaian tujuan pemenuhan kebutuhan untuk diterima kelompok dan kebutuhan
untuk mencapai harga diri. Hal yang sama juga dikemukakan oleh As’ad, bahwa
Masalah individu akan muncul karena dalam setiap individu ada kebutuhan untuk
diterima dalam kelompok dan ingin mencapai harga diri. Sehingga ketika
kebutuhan tidak dapat terpenuhi melalui cara-cara yang wajar maka individu
tersebut akan berusaha mendapatkannya dengan cara-cara yang tidak baik.
Akibat tidak
terpenuhinya kebutuhan tersebut, memungkinkan terjadi beberapa tindakan siswa
yang dapat digolongkan menjadi:
a) Attention
getting behaviors
Tingkah-Iaku yang ingin
mendapatkan perhatian orang lain, misalnya membadut di dalam kelas (aktif),
atau dengan berbuat serba lamban supaya mendapat pertolongan/perhatian oleh
guru (pasif).
b) Power
seeking behaviours
Tingkah-Iaku yang ingin
mendapat kekuasaan, misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali emosional,
seperti marah-marah, menangis atau selalu "Iupa" pada aturan penting
di kelas (pasif).
c) Revenge
seeking behaviours
Tingkah-Iaku yang
bertujuan menyakiti orang lain dengan tujuan menuntut balas, misalnya
mengata-ngatai, memukul, menggigit dan sebagainya (kelompok ini nampaknya
kebanyakan dalam bentuk aktif atau pasif).
d) Passive
Behaviour (helpness)
Peragaan ketidakmampuan
yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun karena
yakin bahwa hanya kegagalanlah yang menjadi bagiannya.
2) Masalah
Kelompok
Lois V. Johnson dan
Mary A. Bany, mengemukakan tujuh katagori masalah kelompok dalam manajemen
kelas. Masalah ini merupakan yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas.
Masalah kelompok akan muncul apabila tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
kelompok, kelas frustasi atau lemas dan akhirnya siswa menjadi anggota kelompok
bersifat pasif, acuh, tidak puas dan belajarnya terganggu. Apabila kebutuhan
kelompok ini terpenuhi, anggotanya akan aktif, puas, bergairah dan belajar
dengan baik.
Masalah-masalah
kelompok yang dimaksud adalah:
a) Kelas
kurang kohesif lantaran alasan jenis kelamin, suku, tingkatan social ekonomi,
dan sebagainya
b) Penyimpangan
dari norma-norma tingkah laku yang telah disepakai sebelumnya
c) Kelas
mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya
d) “Membombang”
anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok
e) Kelompok
cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari yang tengah digarap
f) Semangat
kerja rendah, kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru seperti
gangguan jadwal guru terpaksa diganti sementara oleh guru lain.
4. Upaya
Menciptakan Lingkungan Belajar yang Kondusif Secara Preventif dan Kuratif
Upaya
untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa
yang tinggi, dapat dilakukan secara preventif maupun kuratif. Perbedaan kedua
jenis pengelolaan kelas tersebut, akan berpengaruh terhadap perbedaan
langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh seorang guru dalam menerapkan kedua
jenis Manajemen Kelas tersebut. Dikatakan secara preventif apabila upaya yang
dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan suatu kondisi dari
kondisi interaksi biasa menjadi interaksi pendidikan dengan jalan menciptakan
kondisi baru yang menguntungkan bagi Proses Belajar Mengajar. Sedangkan yang
dimaksud dengan Manajemen Kelas secara kuratif adalah yang dilaksanakan karena
terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa, sehingga mengganggu jalannya
Proses Belajar Mengajar.
Menurut
Nurhadi, upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh
motivasi siswa yang tinggi dapat dilakukan secara preventif maupun secara
kuratif. Sehingga pengelolaan kelas, apabila ditinjau dari sifatnya, dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Pengelolaan
kelas yang bersifat preventif (pencegahan)
Yaitu apabila upaya
yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan kondisi pendidikan
yang menguntungkan bagi proses belajar mengajar. Pengelolaan kelas yang
preventif ini dapat berupa tindakan, contoh atau pemberian informasi yang dapat
diberikan kepada siswa sehingga akan berkembang motivasi yang tinggi, atau agar
motivasi yang sudah baik itu tidak dinodai oleh tindakan siswa yang menyimpang
sehingga mengganggu proses belajar mengajar di kelas.
2) Pengelolaan
kelas yang bersifat kuratif (penyembuhan)
Pengelolaan kelas yang
dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa sehingga
mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Dalam hal ini kegiatan pengelolaan
kelas akan berusaha menghentikan tingkah laku yang menyimpang tersebut dan
kemudian mengarahkan terciptanya tingkah laku siswa yang mendukung
terselenggaranya proses belajar mengajar dengan baik.
Berdasarkan jenis
pengelolaan kelas tersebut, maka prosedur atau langkah-langkah pengelolaan
kelas dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Dimensi
Preventif
Keberhasilan dalam tindakan pencegahan merupakan salah satu
indicator keberhasilan manajemen kelas. konsekuensinya adalah guru dalam
menentukan langkah yang efektif dan efisien untuk jangka pendek dan jangka
panjang agar tujuan kelas yang kondusif dapat tercapai. Adapun langkah-langkah
pencegahannya sebagai berikut:
a) Peningkatan kesadaran diri sebagai
guru
Sikap guru terhadap kegiatan profesinya akan banyak
mempengaruhi terciptanya kondisi belajar mengajar atau menciptakan sistem
lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Oleh karena itu, langkah utama
dan pertama yang strategis dan mendasar dalam kegiatan pengelolaan kelas adalah
"Peningkatan kesadaran diri" sebagai guru. Apabila seorang guru sadar
akan profesinya sebagai guru pada gilirannya akan meningkatkan rasa tanggung
jawab dan rasa memiliki yang merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan
tugasnya.
Implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak
dalam sikap guru yang demokratis tidak otoriter, menunjukan kepribadian yang
stabil, harmonis serta berwibawa. Sikap demikian pada akhirnya akan menumbuhkan
atau menghasilkan reaksi serta respon yang positif dari siswa.
b) Peningkatan kesadaran siswa
Meningkatkan kesadaran diri sebagai guru tidak akan ada
artinya tanpa diikuti meningkatnya kesadaran siswa sebab apabila siswa tidak
atau kurang memiliki kesadaran terhadap dirinya tidak akan terjadi interaksi
yang positif dengan guru dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Pada akhimya
dapat mengganggu kondisi optimal dalam rangka belajar mengajar. Kurangnya
kesadaran siswa terhadap dirinya ditandai dengan sikap yang mudah marah, mudah
tersinggung, mudah kecewa, dan sikap tersebut akan memungkinkan siswa melakukan
tindakan-tindakan yang kurang terpuji. Untuk menanggulangi atau mencegah
munculnya sikap negatif tersebut guru harus berupaya meningkatkan kesadaran
siswa melalui tindakan sebagai berikut:
Ø Memberitahukan kepada siswa tentang
hak dan kewajiban siswa sebagai anggota kelas.
Ø Memperhatikan kebutuhan dan
keinginan siswa.
Ø Menciptakan suasana adanya saling
pengertian yang baik antara guru dan siswa.
c) Sikap Polos dan Tulus dari Guru
Guru dituntut untuk bersikap polos dan tulus, artinya guru
dalam tindakan dan sikap keseharian selalu apa adanya tidak berpura-pura.
Tindakan dan sikap demikian akan merupakan rangsangan positif bagi siswa dan
siswa akan memberikan respon atau reaksi positif. Penciptaan suasana
sosioemosional di dalam kelas akan banyak dipengaruhi oleh polos tidaknya dan
tulus tidaknya sikap guru yang pada gilirannya akan berpengaruh penciptaan
kondisi lingkungan yang optimal dalam rangka proses belajar mengajar.
d) Mengenal dan menemukan alternatif
pengelolaan.
Untuk
mengenal dan menemukan alternative pengelolaan langkah ini mengharuskan guru
agar mampu:
i.
Mengidentifikasi
berbagai penyimpangan tingkah laku siswa yang bersifat individual atau
kelompok. Termasuk di dalamnya penyimpangan yang sengaja dilakukan siswa hanya
sekedar untuk menarik perhatian guru atau teman -temannya.
ii.
Mengenal
berbagai pendekatan dan pengelolaan kelas dan menggunakan sesuai dengan situasi
atau menggantinya dengan pendekatan lain yang telah dipilihnya apabila pilihan
pertama mengalami kegagalan.
iii.
Mempelajari
pengalaman guru-guru lainnya baik yang gagal atau berhasil sehingga dirinya
mempunyai alternatif yang bervariasi dalam berbagai problem pengelolaan.
e) Menciptakan "kontrak
sosial"
Kontrak sosial pada dasarnya berkaitan dengan "Standar
tingkah laku" yang diharapkan dan memberikan gambaran tentang fasilitas
beserta keterbatasannya untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah. Dengan
kata lain "Standar tingkah laku yang memadai dalam situasi khusus".
Suatu persetujuan umum tentang bagaimana sesuatu dibuat, tindakan sehari-hari
yang bagaimana yang diperbolehkan. Standar tingkah laku ini tidak membatasi
kebebasan siswa akan tetapi merupakan tindakan pengarahan ke arah tingkah laku
yang memadai atau yang diharapkan dalam beberapa situasi. Standar tingkah laku harus
melalui kontrak sosial dengan siswa. Dalam arti bahwa aturan yang berkaitan
dengan nilai atau norma yang turun dari atasan (guru/sekolah) tidak timbul dari
bawah akan mengakibatkan aturan tersebut kurang dihormati atau ditaati,
sehingga perumusannya perlu dibicarakan atau disetujui bersama oleh guru dan
siswa. Kebiasaan yang terjadi dewasa ini aturan-aturan sebagai "Standar
tingkah laku" berasal dari atas, siswa hanya menerima apa adanya dan tidak
punya pilihan lain. Kondisi demikian akan memungkinkan timbulnya
persoalan-persoalan dalam pengelolaan kelas karena siswa tidak merasa membuat
serta memiliki peraturan sekolah yang ada.
2) Dimensi Kuratif
Pada dasarnya langkah-langkah prosedur
dimensi penyembuhan adalah sebagi berikut:
a) Mengidentifikasi Masalah
Dalam tahap identifikasi guru melakukan kegiatan untuk
mengenal atau mengetahui masalah-masalah yang timbul di kelas. Dari
masalah-masalah tersebut guru harus dapat mengidentifikasi jenis-jenis
penyimpangan sekaligus mengetahui siswa yang melakukan penyimpangan tersebut.
b) Menganalisa Masalah
Pada langkah kedua ini, kegiatan guru adalah berusaha untuk
menganalisa penyimpangan dan menyimpulkan latar belakang dan sumber dari pada penyimpangan
itu. Setelah diketahui sumbernya kemudian dilanjutkan dengan menentukan
alternatif-alternati penanggulangan atau penyembuhan penyimpangan tersebut.
c) Menilai Alternatif-alternatif
Pemecahan
Menilai dan melaksanakan salah satu alternatif pemecahan.
Pada langkah ketiga ini, kegiatan yang dilakukan adalah memilih alternatif
berdasarkan sejumlah alternatif pemecahan masalah yang telah disusun. Artinya alternative
mana yang paling tepat untuk menanggulangi penyimpangan tersebut.
d) Melaksanakan Alternatif yang Telah
Ditetapkan
Setelah ditetapkan alternatif yang tepat maka langkah
selanjutnya adalah melaksanakan alternatif tersebut.
e) Mendapatkan balikan dari hasil
pelaksanaan alternatif pemecahan masalah yang dimaksud.
Langkah ini didahului dengan langkah monitoring yaitu
kegiatan untuk mendapatkan data yang merupakan balikan untuk menilai apakah
pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang dipilih telah mencapai sasaran
sesuai dengan yang direncanakan atau bahkan terjadi perkembangan baru yang
lebih baik, semua ini merupakan dasar untuk melakukan perbaikan program.
DAFTAR PUSTAKA
Harefa, Pieterson.
2009. Penciptaan Lingkungan Belajar yang
Kondusif dan Peran Pendidik dalam Pendidikan. Diakses pada alamat: http://belajardanpembelajaranikipgusit.blogspot.com/2009/01/penciptaan-lingkungan-belajar-yang.html
Rachman, Maman. 1999. Manajemen
Kelas. Jakarta: Depdikbud
Samsul, Edy. 2012. Suasana Belajar yang Kondusif. Diakses pada alamat: http://swardik.blogspot.com/2012/09/suasana-belajar-yang-kondusif.html
Stainless Steel Brushed Brushed Frame with Brass Brushed
BalasHapusThis Brushed Frame has a bronze finish with titanium dive watch a very columbia titanium fine brass alloy design titanium scrap price and is set titanium body jewelry with a stainless steel frame with an $54.95 · In stock croc titanium flat iron